Di waktu senggang dari kesibukan penulis sehari-hari di sekolah, penulis menyempatkan diri memasuki perpustakaan sekolah berharap ada buku menarik yang memikat penulis untuk dibaca. Sekilas penulis melayangkan pandangan ke seluruh sisi ruangan, berjajar rapi buku-buku sejarah. Penulis menemukan satu buku tebal berjudul ‘Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Nabi’, edisi berbahasa Indonesia dari buku yang berjudul ‘Rijaalu Haula Al-Rasuul’.
Buku yang beirisi kisah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kisah para sahabat yang dibalut dengan gaya bahasa yang sastrawi dan sya’ir-syair yang menggugah. Buku yang sebenarnya sudah tiga kali penulis baca. Entah kenapa, buku ini selalu menarik untuk dibaca. Akan tetapi, tulisan ini bukanlah resensi dari sebuah buku, yang melebih-lebihkan dan menyebutkan kekurangannya. Penulispun tidak bermaksud untuk itu.
Akan tetapi, tulisan ini bukanlah resensi dari sebuah buku, yang melebih-lebihkan dan menyebutkan kekurangannya. Penulispun tidak bermaksud untuk itu.
***
Rasulullah Shallallah ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sebaik-baik masa adalah masaku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim) Hadits di atas adalah hadits yang sudah biasa kita dengar dan kita baca. Hadits yang seakan-akan sudah kita hafal di luar kepala. Sedangkan penulis tidak bermaksud melakukan syarah hadits, penulispun sangat jauh dari kemampuan untuk melakukan itu, bagaikan jauhnya kutub utara bumi dari kutub selatannya.
Masa hidupnya Nabi memanglah masa terbaik. Masa di mana Nabi ada bersama orang-orang beriman. Beliau mengajar, mendidik dan membina mereka. Tentulah pendidikan dan pembinaan itu adalah sebaik-baik pendidikan dan pembinaan. Pada masa itu pula, apa yang menjadi ketentuan Allah di dalam Al-Qur’an benar-benar terwujud dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang-orang beriman dengan sebenar-benarnya.
Tanpa bermaksud menafikan fakta-fakta di atas, penulis menganalisa bahwa masa itu adalah masa terbaik karena di masa tersebut hidup sosok-sosok besar bersama nabi. Mereka berdiri di belakang Nabi, di depannya, di sisi kanan dan kiri beliau. Mereka mengelilingi beliau dan tidak merelakan sesuatu apapun menyakiti beliau. Rasulullah mendidik dan membina mereka hingga nama mereka tercium harum semerbak kesturi di seluruh penjuru dunia. Merekalah yang disebut oleh para sejarawan Islam dengan ‘Generasi Emas Islam’.
Membaca kisah generasi emas ini ibarat menemukan oase di tengah gurun pasir tepat di bawah panasnya terik matahari di siang hari. Membaca kisah mereka ibarat menemukan kembali sebuah jatidiri ketika hampir seluruh orang Islam kehilangan jatidiri. Membaca kisah mereka akan menghilangkan kesedihan, kegundahan dan kegelisahan di dalam hati. Karena kisah mereka adalah hiburan. Tapi tidak sekadar menghibur, karena kisah mereka sarat akan hikmah dan makna. Kisah para sahabat ibarat dongeng, tapi bukan fiksi yang hanya meninggalkan bayang angan-angan bagi orang yang membaca atau mendengarkannya. Karena kisah mereka adalah fakta sejarah yang diabadikan dengan tinta para sejarawan.
Kisah mereka adalah sejarah emas yang mereka torehkan sendiri dengan keringat dan darah. Kisah yang sarat akan makna keikhlasan, pengorbanan, kepahlawanan dan tentunya keteladanan. Keteladanan, karena siapakah lebih berhak kita teladani setelah para Nabi dan Rasul kecuali mereka, para sabahat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
***
Wallahu a’lam bishshowab
Iqbal Huda Amanullah
Buku yang beirisi kisah para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kisah para sahabat yang dibalut dengan gaya bahasa yang sastrawi dan sya’ir-syair yang menggugah. Buku yang sebenarnya sudah tiga kali penulis baca. Entah kenapa, buku ini selalu menarik untuk dibaca. Akan tetapi, tulisan ini bukanlah resensi dari sebuah buku, yang melebih-lebihkan dan menyebutkan kekurangannya. Penulispun tidak bermaksud untuk itu.
Akan tetapi, tulisan ini bukanlah resensi dari sebuah buku, yang melebih-lebihkan dan menyebutkan kekurangannya. Penulispun tidak bermaksud untuk itu.
***
Rasulullah Shallallah ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Sebaik-baik masa adalah masaku, kemudian orang-orang setelah mereka, kemudian orang-orang setelah mereka.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari dan Muslim) Hadits di atas adalah hadits yang sudah biasa kita dengar dan kita baca. Hadits yang seakan-akan sudah kita hafal di luar kepala. Sedangkan penulis tidak bermaksud melakukan syarah hadits, penulispun sangat jauh dari kemampuan untuk melakukan itu, bagaikan jauhnya kutub utara bumi dari kutub selatannya.
Masa hidupnya Nabi memanglah masa terbaik. Masa di mana Nabi ada bersama orang-orang beriman. Beliau mengajar, mendidik dan membina mereka. Tentulah pendidikan dan pembinaan itu adalah sebaik-baik pendidikan dan pembinaan. Pada masa itu pula, apa yang menjadi ketentuan Allah di dalam Al-Qur’an benar-benar terwujud dalam kehidupan sosial kemasyarakatan orang-orang beriman dengan sebenar-benarnya.
Tanpa bermaksud menafikan fakta-fakta di atas, penulis menganalisa bahwa masa itu adalah masa terbaik karena di masa tersebut hidup sosok-sosok besar bersama nabi. Mereka berdiri di belakang Nabi, di depannya, di sisi kanan dan kiri beliau. Mereka mengelilingi beliau dan tidak merelakan sesuatu apapun menyakiti beliau. Rasulullah mendidik dan membina mereka hingga nama mereka tercium harum semerbak kesturi di seluruh penjuru dunia. Merekalah yang disebut oleh para sejarawan Islam dengan ‘Generasi Emas Islam’.
Membaca kisah generasi emas ini ibarat menemukan oase di tengah gurun pasir tepat di bawah panasnya terik matahari di siang hari. Membaca kisah mereka ibarat menemukan kembali sebuah jatidiri ketika hampir seluruh orang Islam kehilangan jatidiri. Membaca kisah mereka akan menghilangkan kesedihan, kegundahan dan kegelisahan di dalam hati. Karena kisah mereka adalah hiburan. Tapi tidak sekadar menghibur, karena kisah mereka sarat akan hikmah dan makna. Kisah para sahabat ibarat dongeng, tapi bukan fiksi yang hanya meninggalkan bayang angan-angan bagi orang yang membaca atau mendengarkannya. Karena kisah mereka adalah fakta sejarah yang diabadikan dengan tinta para sejarawan.
Kisah mereka adalah sejarah emas yang mereka torehkan sendiri dengan keringat dan darah. Kisah yang sarat akan makna keikhlasan, pengorbanan, kepahlawanan dan tentunya keteladanan. Keteladanan, karena siapakah lebih berhak kita teladani setelah para Nabi dan Rasul kecuali mereka, para sabahat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
***
Wallahu a’lam bishshowab
Iqbal Huda Amanullah
0 komentar:
Leave a Comment