Saat itu Rasulullah sedang duduk bersama dengan beberapa tokoh Quraisy yang di antaranya adalah Abu Jahal, beliau bermaksud menerangkan Islam kepada mereka dan mengajak mereka kepada Islam sehingga mereka mau memeluk Islam. Kemudian datanglah sahabat beliau, seorang laki-laki buta kepada beliau sambil meraba-raba seraya berkata, “Ya Rasulullah, ajarkanlah kepadaku ayat-ayat yang telah Allah ajarkan Anda!”. Beliau agak acuh dengan permintaan sahabatnya itu lantaran merasa konsentrasinya yang sedang mendakwahi beberapa tokoh Quraisy terganggu. Allah pun menegur beliau, hingga turunlah surat ‘Abasa ayat 1-6.
Dia lah Abdullah bin Ummi Maktum, sahabat Rasulullah yang memang sudah buta sejak dilahirkan. Seorang Muslim yang tidak bisa menikmati dan memandang keindahan bumi dan langit serta kekuasaan Allah lainnya. Akan tetapi kebutaannya tidak menghalanginya untuk belajar Islam dan menimba ilmu dari Nabi Muhammad SAW. Semangatnya dalam belajar Islam tidak bisa dipandang sebelah mata bila dibandingkan dengan sahabat-sahabat lainnya hingga Rasulullah pun memberikan peran-peran penting baginya sebagai partisipasinya dalam perjuangan Islam. Ia adalah seorang muadzin. Ia juga pernah ditunjuk Rasulullah sebagai penggantinya untuk menjaga Madinah ketika Beliau dan para sahabatnya melakukan perjalanan ke luar Madinah.
Sahabat yang satu ini mengetahui betul bagaimana rasanya hidup dengan ilmu yang dimiliki, hingga ia pun tidak patah semangat menimba ilmu dari Rasulullah. Karena hidup dengan ilmu adalah hidup yang bahagia meskipun harta dunia tidak dalam genggaman dan hidup dengan cacat penglihatan.
Jika dibandingkan dengan cacat yang dimiliki Abdullah bin Ummi Maktum, maka kita jauh lebih sempurna. Kita memiliki dua mata yang utuh sehingga kita dapat melihat apa yang ada di sekitar kita dengan baik. Kita juga memiliki dua telinga yang dapat kita gunakan untuk mendengar dengan baik. Kemudian dua tangan, dua kaki dan sederet kenikamatan Allah lainnya yang telah diberikan kepada kita. Tapi apakah kita mampu mengungguli Abdullah bin Ummi Maktum? Tentunya tidak, karena dia adalah salah satu sahabat Nabi, yang telah Allah ridhai dan mereka pun ridha kepada Allah. Tapi mencontoh semangatnya dalam menimba ilmu adalah tindakan paling bijak yang bisa kita lakukan.
Ilmu Fardlu ‘Ain dan Ilmu Fardlu Kifayah
Memang tidak patut jika kita memisah-misahkan ilmu, karena sejatinya segala ilmu yang kita pelajari sekarang adalah ilmu Allah SWT. Akan tetapi ilmu-ilmu yang mengantarkan kita kepada Allah harus didahulukan untuk menguasainya, karena ilmu tersebut adalah ilmu yang akan membawa pemiliknya kepada kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ilmu tentang hubungan manusia dengan Allah seperti aqidah. Ilmu tentang bagaimana melakukan amal shalih yang diperintahkan oleh Allah seperti shalat, puasa, zakat dan lain sebagainya. serta ilmu tentang hubungan manusia dengan makhluk lainnya, akhlak.
Ilmu-ilmu di atas hendaklah menjadi prioritas bagi pelajar Muslim yang tentunya tanpa mengesampingkan kewajiban mempelajari ilmu-ilmu yang lain tentang alam, sosial dan lain sebagainya. Hanya saja ilmu fardlu ain akan mensejetahterakan pemiliknya (setelah diamalkan/dipraktekkan) dan bentuk tanggung jawab seorang pelajar Muslim kepada Allah SWT. Adapun ilmu fardlu kifayah wajib dipelajari karena akan mensejahterakan makhluk lainnya serta sebagai tanggung jawab pemiliknya kepada manusia dan makhluk lainnya, karena manusia adalah makhluk sosial.
Wallahu a’lam bishshowab.
0 komentar:
Leave a Comment