22 Desember, bagi kita sebagai orang Indonesia tentu mengingatnya sebagai hari Ibu meskipun kita tahu sebagai Muslim bahwa berbakti kepada Ibu (dan Bapak) tidak harus di hari Ibu atau hari Bapak, karena berbakti kepada Ibu dan Bapak adalah kewajiban agama yang tak terelakkan hingga mereka sudah tiada sekalipun.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”. (QS. Luqman: 14)
Ada yang menyebut “hari Ibu” sebagai sebuah bid’ah, bahkan sebuah kesesatan karena ajaran Islam tidak pernah mengenal “hari Ibu” sama sekali. Lantas sebagai seorang Muslim yang baik bagaimana kita menyikapi adanya hari Ibu?
Sederhana saja, akan saya berikan permisalahan. Jika hari Ibu disebut sebagai bid’ah, maka anda juga harus sematkan kata “bid’ah” jika anda melihat beberapa beberapa orang berkumpul kemudian secara bersama-sama mengulang-ulang hafalan Al-Qur’an mereka karena Rasulullah dan para sahabat tidak pernah melakukan itu. Lebih parah lagi biasanya mereka menjalaninya sebagai rutinitas bersama. Apakah ini juga bid’ah?
Permisalan kedua, jika anda seorang istri dan telah menjadi Ibu tapi anak anda tidak pernah bilang kepada anda ,”Ibu, aku menyayangimu..”. Bagaimana perasaan anda? Pasti anda ingin mendengarnya terucap dari lisan anak anda.
Sebagai perbandingan, di Barat justru kata-kata, “I love You, Mom..” dan semisalnya nyaring terucap dari anak kepada Ibunya dan terbiasa. Tapi apakah anda pernah mengucapkannya untuk Ibu anda, atau jika anda seorang Ibu, pernahkah anda mendengarkannya terucap dari lisan anak anda. Siapakah yang lebih membudayakan “Hormati Ibumu”, Barat atau Kita? padahal kita mengaku sebagai umat yang paling menghormati Ibu karena melalui ayat Al-Qur’an Allah memerintahkan itu.
SIKAP KITA
Jika kita menyebut budaya “Hormati Ibumu” hanya milik Islam, maka memang layak jika “hari Ibu” disebut sebagai bid’ah karena sebenarnya kita harus menghormati Ibu setiap hari. Masalahnya, semua agama dan bangsa memiliki ajaran “Hormati Ibumu”. Jadi tidak pas jika kita meletakkan dan mengkategorikan hari Ibu sebagai bid’ah, karena “Hormati Ibumu” adalah ajaran yang dimiliki semua manusia.
Semestinya, adanya “Hari Ibu” harus disikapi dengan asumsi bahwa hari Ibu adalah waktu yang paling tepat mengajarkan anak berbakti kepada orang tuanya karena lingkungan anda (segala media) sedang mendukung itu.
Jadi, memasukkan “hari Ibu” ke dalam perkara agama adalah tidak tepat, karena pasti berujung pada penyematan hukum “bid’ah” kepada “hari Ibu”. Akan tetapi, jadikanlah “hari Ibu” sebagai sebuah momentum dan fasilitas bahkan sebagai jembatan mengajarkan kepada anak untuk benar-benar menghormati ibunya bahkan kedua orang tuanya. Wallahu a’lam bish shawab.
MARI MENYIKAPI LEBIH BIJAK
0 komentar:
Leave a Comment