Hari-Hari Terakhir Rasulullah #3 - Sepekan Hingga Lima Hari Menjelang Wafat

Rasulullah Mulai Sakit
Hari Senin tanggal 29 bulan Shofar tahun ke 11 Hijriyah. Rasulullah mengikuti pemakan jenazah di pekuburan Baqi’. Dalam perjalanan pulang, beliau merasakan pusing, badannya panas. Sampai-sampai para sahabat dapat merasakan suhu badan Rasulullah itu sudah melewati penutup kepada beliau.
Rasulullah masih melaksanakan shalat secara berjama’ah, mengimami para sahabat padahal beliau sakit sudah 11 hari lamanya. Keseluruhannya beliau sakit selama 13 sampai 14 hari.

Satu Pekan Sebelum Wafat.
Sakit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam semakin bertambah berat. Sampai-sampai Rasulullah bertanya kepada para istrinya,
“Besok giliran aku harus bersama siapa?”

Istri-istri beliau ternyata memahami, bBeliau pun diizinkan bersama siapa pun yang beliau kehendaki. Beliau lalu berpindah menuju tempat Aisyah radliyallahu ‘anha. Beliau berjalan dipapah oleh Al Fadhl bin Abbas dan Ali bin Abi Thalib radliyyahu ‘anhuma. Dengan kepala tertutup kain, beliau melangkah hingga memasuki rumah Aisyah. Di situlah beliau menghabiskan 7 hari terakhir dari hidup beliau.

Lima Hari Sebelum Wafat
Hari Rabu, lima hari sebelum wafat, demam beliau semakin menjadi-menjadi. Beliau mengatakan kepada para sahabat,
“Sirami aku dengan air sebanyak tujuh kantong dari subur yang berbeda.”

Beliau kemudian keluar ke orang-orang, memberikan nasehat, beliau didudukan di tempat yang berisi air karena panas yang beliau rasakan. Para sahabat tetap menuangkan air ke tubuh Rasulullah hingga beliau berkata,
“Cukup.. cukup..”

Saat itulah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam merasa agak baikan, beliaupun memasuki masjid dengan kepala masih tertutup kain. Beliau duduk di atas mimbar, berbicara kepada orang-orang,
“Laknat Allah atas Yahudi dan Nasrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid (tempat ibadah).”
“(Nanti) Jangan kalian jadikan kuburanku berhala yang disembah.”


Setelah itu beliau meminta untuk diqishos,
“Siapapun yang punggungnya pernah aku cambuk, maka ini punggungku balaslah. Dan siapapun yang kehormatannya pernah aku cela, maka inilah kehormatanku balaslah.”

Beliau lalu turun untuk sholat dhuhur, setelah itu beliau kembali lagi dan duduk di atas mimbar, mengulangi lagi apa yang dikatakan sebelumnya tentang qishos.
Seorang laki-laki muncul dan berkata kepada kepada Nabi,
“Engkau punya hutang kepadaku sebanyak tiga dirham”
Rasulullah lalu memerintahkan Fadhl untuk memberi laki-laki itu tiga dirham.

Beliau kemudian berwasiat untuk berbuat baik kepada kaum Anshor,
“Aku wasiatkan baik-baiklah kepada Anshor. Sesungguhnya mereka adalah keluargaku. Mereka telah benar-benar melakukan apa yang diwajibkan kepada mereka. Sekarang mereka berhak mendapatkan apa yang harus diberikan kepada mereka. Terimalah kebaikan mereka, maafkanlah kesalahan mereka.”

Di dalam riwayat lain,
“Sesungguhnya manusia semakin bertambah banyak, tapi Anshor semakin sedikit, laksana garam di dalam makanan. Barangsiapa di antara kalian ada yang mengurusi urusan seseorang (dari kalangan Anshor) yang bisa membahayakannya ataupun bermanfaat baginya, maka hendaklah dia menerima kebaikan Anshor dan memaafkan kesalahan mereka.”

Beliau kemudian melanjutkan,
“Sesungguhnya ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara diberikan dunia sesuai apa yang diinginkan hamba itu atau apa yang ada di sisi Allah. Hamba itu memilih apa yang ada di sisi Allah.

Mendengar itu Abu Bakar Ash Shiddiq radliyallahu ‘anhu menangis dan mengatakan,
“Demi bapak dan ibu kami sebagai tebusanmu.”
Orang-orang berkata,
“Lihatlah orang tua ini. Rasulullah mengabarkan bahwa ada seorang hamba yang diberi pilihan oleh Allah, antara mendapat kemewahan dunia atau apa yang ada di sisi Allah, dia malah mengatakan demi bapak dan ibu kami sebagai tebusanmu.”

Hamba yang diberi pilihan itu adalah Rasulullah sendiri dan Abu Bakar adalah orang yang paling mengetahui di antara para sahabat.
Rasulullah melanjutkan,
“Sesungguhnya orang yang paling banyak memberikan perlindungan dengan pertemanan dan seluruh hartanya adalah Abu Bakar. Seandainya aku diperbolehkan mengambil seorang kekasih selain Robbku, niscaya pasti aku jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Akan tetapi (antara aku dan Abu Bakar) adalah ukhuwah Islamiyyah dan kasih saying. Tidak ada satupun pintu tersisa menuju masjid kecuali pintunya Abu Bakar.”

0 komentar:

Leave a Comment

Back to Home Back to Top Iqbaliano Van de Bard. Theme ligneous by pure-essence.net. Bloggerized by Chica Blogger.